Kamis, 17 Februari 2011

RESUME HUKUM TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI


RESUME HUKUM TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI
(Pengolahan/Refinery, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga Minyak Bumi)
1.      DASAR HUKUM
-          Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
-          Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi
-          Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2004
-          Peraturan Menteri ESDM No.0007 Tahun 2005 tentang Persyaratan Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

2.      PENGERTIAN UMUM:
-          Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.
-          Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian mempertinggi mutu dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan.
-          Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dan tempat penampungan dan Pengolahan.
-          Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan dan pengeluaran Minyak Bumi.
-          Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya. Terdiri dari Niaga terbatas (Trading) dan Niaga Umum (Wholesale).

3.      PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA HILIR.
-          Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan oleh Badan Usaha yang telah memiliki Izin Usaha yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM cq. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
-          Izin Usaha Kegiatan Usaha Hilir dibedakan menjadi:
a.       Izin Usaha Pengolahan;
b.      Izin Usaha Pengangkutan;
c.       Izin Usaha Penyimpanan;
d.      Izin Usaha Niaga.
-          Setiap Badan Usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-          Dalam hal Badan Usaha melakukan kegiatan usaha Pengolahan dengan kegiatan pengangkutan, penyimpanan dan/atau miaga sebagai kelanjutan kegiatan usaha Pengolahannya, maka kepada Badan Usaha hanya diwajibkan memiliki Izin Usaha Pengolahan.
-          Dalam hal Badan Usaha sebagaimana dimaksud di atas melakukan kegiatan usaha niaga umum (wholesale) wajib mendapatkan Izin Usaha Niaga Umum terlebih dahulu.
-          Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale) dalam menyalurkan Bahan Bakar Minyak untuk pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga wajib menyalurkannya melalui penyalur yang ditunjuk Badan Usaha melalui seleksi berdasarkan perjanjian kerjasama (wajib mengutamakan koperasi, usaha kecil dan/atau usaha swasta nasional).
-          Penyalur sebagaimana dimaksud di atas hanya dapat menyalurkan BBM dengan merek dagang yang digunakan atau dimiliki Badan Usaha pemegang Izin Usaha Umum (Wholesale).
-          Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale) dapat melakukan kegiatan penyaluran secara langsung kepada pengguna transportasi melalui fasilitas dan sarana yang dimiliki dan dikelolanya sendiri hanya sebatas paling banyak 20% dari jumlah seluruh sarana dan fasilitas penyaluran yang dikelola dan/atau dimilikinya.

4.      PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGAJUAN IZIN USAHA
-          Untuk mendapatkan Izin Usaha, Badan Usaha mengajukan permohonan Izin Usaha kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan disampaikan tembusannya kepada BPH Migas disertai dengan kelengkapan persyaratan administrative dan teknis.
-          Persyaratan Administratif adalah sebagai berikut:
a.       Akte Pendirian Perusahaan dan perubahannya yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang;
b.      Profil perusahaan;
c.       NPWP;
d.      TDP;
e.       Surat Keterangan Domisili;
f.       Surat Pernyataan tertulis di atas meterai mengenai kesanggupan memenuhi aspek keselamatan operasi, keselamatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat;
g.       Surat pernyataan tertulis di atas materai mengenai kesanggupan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
h.      Persetujuan prinsip dari Pemerintah Daerah mengenai lokasi untuk pembangunan fasilitas dan sarana; (tidak berlaku untuk Izin Usaha Niaga Terbatas (Trading)
i.        Surat pernyataan tertulis di atas materai mengenai kesediaan dilakukan inspeksi lapangan.
-          Persyaratan teknis adalah sebagai berikut:
a.       Study Kelayakan Pendahuluan (Preliminary Feasibilty Study);
b.      Kesepakatan jaminan dukungan pendanaan atau surat jaminan dukungan pendanaan lainnya;
c.       Rencana sarana pengelolaan limbah;
d.      Rencana study Lingkungan.
-          Untuk Izin Usaha Pengolahaan Minyak Bumi ditambahkan persyaratan sebagai berikut:
a.       Surat pernyataan di atas materai tentang kesanggupan menerima penunjukan dan penugasan dari Menteri untuk pemenuhan Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional dan kebutuhan Bahan Bakar Minyak dalam negeri.
b.      Rencana pembangunan fasilitas dan sarana termasuk konfigurasi kilang dan teknologi proses yang digunakan dengan jangka waktu pembangunan paling lama 5 tahun.
c.       Kesepakatan jaminan pasokan bahan baku minyak bumi.
d.      Rencana Produksi, standard an mutu produk, serta pemasaran produksi.
-          Untuk Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale) ditambahkan persyaratan sebagai berikut:
a.       Surat pernyataan tertulis di atas materai mengenai kesanggupan menerima penunjukan dan penugasan dari menteri untuk menyediakan Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional dan pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Minyak dalam negeri.
b.      Rencana pembangunan fasilitas dan sarana niaga dan teknologi yang digunakan dengan jangka waktu paling lama 3 tahun.
c.       Kesepakatan jaminan pasokam komoditas yang diniagakan;
d.      Rencana standard an mutu komoditas yang diniagakan;
e.       Rencana merek dagang komoditas yang akan diniagakan;
f.       Rencana Wilayah Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak.
-          Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi akan melakukan penelitian dan evaluasi terhadap data administrative dan data teknis dan menyelesaikannya dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari.
-          Dalam hal permohonan disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan Izin Usaha Sementara kepada Badan Usaha.
-          Izin Usaha sementara berlaku untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
-          Terhadap Badan Usaha yang telah memenuhi persyaratan dan kewajibannya sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha sementara, Direktur Jenderal mengusulkan untuk menyetujui Izin Usaha.
-          Menteri memberikan Izin Usaha dalam jangka waktu 10 hari kerja setelah diterimanya usulan sebagaimana dimaksud di atas.
-          Izin Usaha berlaku untuk jangka waktu paling lama 20 (duapuluh) tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar