Kamis, 17 Maret 2011

PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DAN PENERAPANNYA DALAM UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DAN PENERAPANNYA DALAM UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Prinsip Business Judgment Rule adalah suatu prinsip hukum yang berasal dari system common law dan merupakan derivative dari Hukum Korporasi di Amerika Serikat. Konsep ini mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat untuk mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik. 

Dalam Black’s Law Dictionary, Business Judgment Rule is rule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made with due care and goof faith.

Berdasarkan pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary dapat diketahui bahwa business judgment rule melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi perseroan, selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik.

Dasar pertimbangan adanya prinsip Business Judgment Rule yaitu bahwa tidak setiap keputusan direksi dapat memberikan keuntungan bagi perseroan, seperti lazimnya dalam dunia usaha ada untung dan ada rugi.  Walaupun begitu, direksi dalam mengambil keputusannya atau melakukan tindakan lainnya mendasarkannya hanya untuk kepentingan perseroan (tidak ada kepentingan pribadi) dengan kehati-hatian dan dengan itikad baik.

Ada beberapa kasus di Amerika Serikat yang menjadi dasar prinsip business judgment rule diantaranya apa yang dijadikan pertimbangan oleh Delaware Supreme Court yang menyatakan bahwa business judgment rule melibatkan 2 hal yaitu proses dan substansi. Sebagai proses, business judgment rule melibatkan formalitas pengambilan keputusan dalam perseroan, sedangkan sebagai subtansi, business judgment rule tidak dapat diberlakukan dalam suatu transaksi, haruslah dapat dibuktikan bahwa tindakan tersebut secara subtansi tidak memberikan manfaat bagi perseroan.
Dalam kasus yang lain
Grobow v. Perot, 539 A.2d 180 (Del. 1988), as a guideline for satisfaction of the business judgment rule. Directors in a business should:
  • act in good faith;
  • act in the best interests of the corporation;
  • act on an informed basis;
  • not be wasteful;
  • do not involve self-interest (duty of loyalty concept plays a role here).
Secara umum prinsip business Judgment Rule dianut dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 UUPT 40 Tahun 2007 yaitu:
(1)    Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2)    Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3)    Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaiamana dimaksud pada ayat (2).
(4)    Dalam hal Direksi terdiri dari 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
(5)    Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a.       Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b.      Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c.       Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d.      Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Menurut Pasal 97 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di atas, syarat Direksi dapat dimintakan tanggung jawab secara pribadi adalah bersalah atau lalai menjalankan tugas kepengurusannya dengan tidak beritikad baik dan tidak penuh tanggung jawab. Direksi harus melakukan dengan penuh tanggung jawab maksudnya adalah memperhatikan Perseroan dengan saksama dan tekun.

Berdasarkan Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di atas, suatu ukuran dapat diberlakukannya konsep Business Judgment Rule adalah :
a.       Adanya kerugian yang timbul bukan karena kesalahan atau kelalaian;
b.      Beritikad baik dan penuh kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c.       Tidak mempunyai benturan kepentingan;
d.      Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Direksi dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi harus memenuhi syarat adanya kerugian yang timbul dari kesalahan atau kelalaiannya. Adanya kesalahan dan kelalaian dari Direksi dilihat dari fomalitas tindakannya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan.Dilihat dari substansinya tindakan tersebut tidak didasarkan atas itikad baik dan prinsip kehati-hatian (duty to act in good faith, duty of care, duty of loyalty) sehingga merugikan perseroan. 

Penerapan prinsip Business Judgment Rule dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga mutatis mutandis berlaku bagi Dewan Komisaris Perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 114 dan Pasal 115 Undang-Undang tersebut. Walaupun dalam theory-nya prinsip business judgment rule tidak dikenal pada Dewan Komisaris, karena system common law menganut single board officer yaitu pengurusan dan pengawasan dilakukan oleh chief officer perseroan.

FOREIGN CAPITAL INVESTMENT PROCEDURES IN INDONESIA

Indonesia has been become one of the most emerging country in Asia moreover in the world since 2008 global economic crisis. The Government of The Republic Indonesia sees this opportunity to increase economic growth in many sectors through capital investment either from domestic investor or foreign investor.

Abundant natural resources and huge number of consumers is a reason of foreign investors to invest their capital here in Indonesia. There are 2 (two) kinds of investment, indirect investment (through capital market) and direct investment (establish a company and running own business directly in Indonesia).

In this matter blogger will generally explain "Foreign Capital Procedures In Indonesia".

Direct capital investment in Indonesia stipulated in The Republic of Indonesia Act No.25 Year 2007 regarding Investment (Investment Act). In accordance with Investment Act, Investment means all forms of capital investment activities, either by domestic or foreign capital investors to conduct a business within the territory of the Republic of Indonesia.

Capital is an asset in the form of money or other forms which are not money owned by the capital owner and having an economical value.

Every foreign capital investment in Indonesia shall be in limited liability company (PT) in accordance with The Republic of Indonesia Act No.40 Year 2007 regarding Limited Liability Company. PT is a one of form of business entity in Indonesia which is stated by the government as a legal entity and own capacity to act on behalf itself against other party and government agency either in the court or out of court.

Foreign Investor shall submit the Registration Application to the Indonesia Investment Coordinating Board (BKPM) with certain requirements before they establish a limited liability company.However, the Investor shall comply
to the President Decree No.36 Year 2010 regarding list of business sectors for capital investment. This regulation is stipulate which is opened (or opened with certain requirements) or closed for investment.

PT shall be established by the Investor within 6 (six) months since the date of issuance the Registration from BKPM. The Registration shall be null and void by the name of law if the Investor hasn't establish a PT after 6 (six) months.

PT shall be established by 2 (two) or more persons with signing deed of establishment in front of notary public
and submit the deed of establishment to the Minister of Law and Human Rights of The Republic Of Indonesia. PT shall be incorporated by the Minister and registered into Company Register.

After incorporated by the Minister of Law and Human Rights, PT (foreign investor business entity) may obtain fiscal facilities such as taxation or customs facilities by submit to the BKPM application of Principal Investment Permit. Unless trading or services business sector, shall obtain Principal Investment Permit.

The Principal Investment Permit is given in order to facilitate and simplify the investors to complete their preparation before operation activities / commercial production.

In order to implement commercial production after all preparation completed, PT shall obtain the Business Permit from BKPM.This business permit shall be owned by a capital investment company which has owned a registration /Principal Permit/Capital Investment Approval Letter before conducting a commercial operation/production activity, except stipulated otherwise by sectoral rules and regulations.

The foreign investor may develop their business, but prior to the development, they shall obtain the Expansion Business Permit or the Alteration Business Permit.

The foreign capital investment above shall be terminated because of as follows:
- Running out of reserve
- End of term
- Permit termination
- Temporary suspension
- Administrative sanction
- Insolvency 
- Suggested by the Company
- Submitted by the third party
- Acquisition, merger and consolidation
- The accomplishment if capital investment purpose.