Jumat, 25 Februari 2011

PERHITUNGAN PESANGON, PENGHARGAAN MASA KERJA DAN UANG PENGGANTIAN HAK DALAM HAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

PERHITUNGAN PESANGON, PENGHARGAAN MASA KERJA DAN UANG PENGGANTIAN HAK DALAM HAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.
Berdasarkan Pasal 156 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada karyawan yang di PHK.
Perhitungan uang pesangon :
No.
Masa Kerja
Pesangon
1
kurang dari 1 tahun
1 bulan upah
2
1  tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun
2  bulan upah
3
2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun
3  bulan upah
4
3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun
4  bulan upah
5
4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun
5  bulan upah
6
5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun
6  bulan upah
7
6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7  tahun
7  bulan upah
8
7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8  tahun
8  bulan upah
9
8 tahun atau lebih
9 bulan upah

Perhitungan uang penghargaan masa kerja :
No.
Masa Kerja
Uang Penghargaan
1
Masa kerja 3  tahun atau lebih tetapi kurang dari 6  tahun
2  bulan upah
2
Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9  tahun
3  bulan upah
3
Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12  tahun
4 bulan upah
4
Masa kerja 12  tahun atau lebih tetapi kurang dari 15  tahun
5  bulan upah
5
Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18  tahun
6  bulan upah
6
Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21  tahun
7  bulan upah
7
Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun
8  bulan upah
8
Masa kerja 24 tahun atau lebih
10 bulan upah

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima adalah:
a.       Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b.      Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima;
c.       Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d.      Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon , uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima terdiri atas:
a.       Upah pokok;
-          Apabila upah penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari.
-          Apabila upah penghasilan pekerja/buruh didasarkan atas satuan hasil, potongan/borongan atau komisi maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 bulan terakhir tetapi tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.
-          Apabila pekerjaan digantungkan kepada cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 bulan terakhir.
b.      Segala macam tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada buruh dan keluarganya.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang No.36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan juncto Pasal 4 Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2009 Pajak Penghasilan (PPh) atas uang pesangon adalah sebagai berikut:
No
Penghasila Bruto
PPh
1
< 50,000,000
0%
2
50,000,000 - 100,000,000
5%
3
100,000,000 - 500,000,000
15%
4
> 500,000,000
25%

Atas Pemotongan PPh atas pembayaran uang pesangon tersebut apabila dilakukan sekaligus, maka PPh bersifat final.









Contoh Simulasi Penghitungan Uang Pesangon, Uang Penghargaan, dan uang Penggantian Hak dalam hal PHK:
Upah pokok + Tunjangan tetap satu bulan


2.500.000
Masa kerja



3 tahun 6 bulan
cuti yang belum diambil dan belum gugur


5 hari






perhitungan pesangonnya adalah sebagai berikut:









Uang pesangon :
    2,500,000
x
4
     =     10,000,000
Uang Penghargaan:
    2,500,000
x
2
      =      5,000,000
uang penggantian hak:




- cuti

2500000
x
5
      =         595,238


21




(jumlah hari kerja dalam 1 bulan)




- tunjangan perumahan,
15000000
x
15%
      =      2,250,000
pengobatan serta perawatan











Total uang yang diterima karyawan yang di PHK
          17,845,238

PPh =           17,845,238 x 0% = Rp.0,-






Kamis, 17 Februari 2011

Impor Barang Modal Bukan Baru

Barang Modal Bukan Baru adalah barang sebagai modal usaha atau untuk menghasilkan sesuatu, yang masih layak pakai, atau untuk direkondisi, remanufakturing, digunafungsikan kembali dan bukan skrap.
Barang Modal Bukan Baru yang dapat diimpor meliputi barang sesuai Pos tarif/HS yang tercantum dalam Lampiran Permendag No.58/M-DAG/PER/12/2010, kecuali dalam rangka pengembangan ekspor dan investasi, kegiatan relokasi industry (bedol pabrik), pembangunan infrastruktur, dan untuk tujuan ekspor dapat diberikan persetujuan impor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diimpor oleh:
a. Perusahaan Pemakai Langsung adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha yang mengimpor Barang Modal Bukan Baru untuk keperluan proses produksinya atau digunakan sendiri oleh perusahaan untuk keperluan lainnya tidak dalam proses produksi.
b. Perusahaan Rekondisi adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha industri rekondisi untuk memproses Barang Modal Bukan Baru menjadi produk akhir untuk tujuan ekspor atau memenuhi pesanan Perusahaan Pemakai Langsung dalam negeri.
c. Perusahaan Remanufakturing adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha industri remanufakturing untuk memproses Barang Modal Bukan Baru menjadi produk akhir untuk tujuan ekspor atau memenuhi pesanan Perusahaan Pemakai Langsung dalam negeri.
d. Perusahaan Penyedia Peralatan Rumah Sakit adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha untuk dapat mengimpor Barang Modal Bukan Baru yang mengandung sumber radiasi pengion untuk keperluan pelayanan medis.
Setiap pelaksanaan impor Barang Modal Bukan Baru sebagaimana sebagaimana dimaksud di atas harus mendapat persetujuan dari Direktur Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan. Direktur Impor menerbitkan persetujuan impor dalam waktu 5 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan secara lengkap dan benar.
Adapun setiap permohonan persetujuan tersebut harus melampirkan persyaratan-persyaratan:
1. Perusahaan Pemakai Langsung:
a. Fotokopi Izin Usaha;
b. Fotokopi Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
c. Fotokopi NPWP.
2. Perusahaan Rekondisi atau Perusahaan Remanufakturing:
a. Fotokopi Izin Usaha Industri rekondisi atau remanufacturing;
b. Fotokopi Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
c. Fotokopi NPWP;
d. Fotokopi laporan surveyor mengenai kelayakan teknis usaha jasa pemulihan dan perbaikan termasuk fasilitas mesin, peralatan serta kemampuan pelayanan purna jual;
e. Rekomendasi dari Kementrian Perindustrian;
f. Surat permintaan dan surat pernyataan bermeterai cukup dari Perusahaan Pemakai Langsung untuk kebutuhan dalam negeri.
3. Perusahaan Penyedia Peralatan Rumah Sakit:
a. Fotokopi izin usaha ;
b. Fotokopi Angka Pengenal Importir Umum (API-U)
c. Fotokopi NPWP
d. Rekomendasi dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Impor Barang Modal Bukan Baru yang telah mendapat persetujuan Impor harus dilakukan pemeriksaan teknis oleh Surveyor di Negara asal muat barang yang dimuat dalam Certificate of Inspection.
Pemeriksaan teknis meliputi :
a. Kelayakan pakai;
b. Spesifikasi teknis berikut klasifikasi barang sesuai Pos Tarif /HS 10 digit;
c. Jumlah dan nilai.
Permendag No.58/M-DAG/PER/12/2010 tidak berlaku untuk Barang Modal Bukan Baru yang diimpor ke Kawasan Berikat.
Barang Modal Bukan Baru asal impor yang telah digunakan di Kawasan Berikat selama lebih dari 2 (dua) tahun dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan kepada perusahaan lain di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.
Perusahaan yang melanggar ketentuan Permendag No. 58/M-DAG/PER/12/2010 dikenakan sanksi:
a. Pencabutan Angka Pengenal Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Angka Pengenal Importir (API); dan/atau
b. Pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KEWAJIBAN DOMESTIC MARKET OBLIGATIONS BAGI BADAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA


PENGUTAMAAN PEMASOKAN KEBUTUHAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM NEGERI
(Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral NO 34 TH 2009)
I.                    Presentase Minimal Penjualan Mineral atau Presentase Penjualan Minimal Batubara
1.      Presentase Minimal Penjualan Mineral atau Presentase Penjualan Minimal Batubara untuk kepentingan dalam negeri direncanakan, disiapkan dan ditentukan oleh Menteri untuk jangka waktu 1 (satu) tahun kedepan.
2.      Perencanaan dan penyiapan pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri didasarkan pada perkiraan pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri oleh Pemakai Mineral dan Pemakai Batubara dibagi dengan perkiraan produksi mineral dan batubara oleh Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
3.      Perkiraan produksi mineral atau batubara oleh Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara didasarkan pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

II.                 Kewajiban Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Dalam Negeri
1.      Setiap Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara harus mengutamakan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menjual mineral dan batubara yang diproduksinya kepada Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara.
2.      Kewajiban menjual mineral atau batubara sebagaimana dimaksud di atas ditentukan berdasarkan Presentase Minimal Penjualan Mineral atau Batubara yang ditetapkan oleh Menteri (Pada tahun 2011 sebesar 24.17% berdasarkan Kepmen ESDM No.2360 Tahun 2010) dan dituangkan dalam perjanjian jual beli mineral atau batubara antara Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dengan Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara.
3.      Penjualan mineral atau batubara tersebut di atas dilakukan dengan mengacu pada Harga Patokan Mineral dan Harga Patokan Batubara , baik untuk Penjualan langsung (Spot) atau Penjualan Jangka Tertentu (Term).
4.      Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dalam memenuhi Presentasi Minimal Penjualan Mineral atau Batubara dapat melakukan perjanjian jual beli dengan Badan Usaha Niaga Mineral atau Badan Usaha Niaga Batubara selama bulan Juni
5.      Pemenuhan kewajiban presentase minimal penjualan mineral atau batubara dapat berasal dari hasil produksi sendiri, dari Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara lain atau Badan Usaha Niaga Batubara.
6.      Dalam hal Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara melebihi Presentase Minimal Penjualan Mineral atau Batubara maka kelebihan penjualan tersebut dapat dialihkan kepada Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara lain yang tidak dapat memenuhi Presentasi Minimal Penjualan Mineral dan Batubara.
7.      Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara yang telah membeli mineral atau batubara dalam rangka melaksanakan pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri dilarang mengekspor mineral atau batubara yang dibeli.


III.               Kewajiban Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
1.      Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia dalam bentuk Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
2.      Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara wajib menjual mineral dan batubara yang diproduksinya kepada Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara berdasarkan Presentase Minimal Penjualan Mineral atau Presentase Minimal Penjualan Batubara.
3.      Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara wajib membuat dan menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya kepada Menteri Cq. Dirjen, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya paling lambat November pada tahun berjalan.
4.      Rencana Kerja dan Anggaran Biaya harus memuat presentase minimal penjualan mineral dan batubara, melampirkan perjanjian jual beli dengan Badan Usaha Niaga Mineral dan Batubara (jika ada).
5.      Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara wajib membuat Laporan mengenai pelaksanaan pemenuhan kebutuhan mineral atau batubara untuk kepentingan dalam negeri setiap 3 (tiga) bulan sekali yaitu pada akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
6.      Jika Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara tidak dapat memenuhi pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri, maka wajib memberitahukan kepada Menteri cq. Dirjen dengan tembusan kepada Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara.
7.      Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang tidak dapat memenuhi presentase Minimal Penjualan Mineral atau Batubara pada periode 3 bulan sesuai dengan laporan kepada Menteri harus tetap memenuhi kekurangannya dan ditambahkan dengan pemenuhan kewajiban presentase Minimal Penjualan Mineral atau Batubara pada periode 3 bulan berikutnya.

IV.              Kewajiban Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara
1.      Wajib membeli mineral atau batubara dari Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara berdasarkan ketetapan pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri.
2.      Apabila Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara tidak dapat membeli mineral atau batubara, maka Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara yang bersangkutan wajib memberitahukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sebelumnya kepada Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan tembusan kepada Menteri c.q. Direktur Jendral.
3.      Pemakai Mineral dan Pemakai Batubara yang telah membeli mineral atau batubara dari Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dalam rangka pengutamaan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri dilarang mengekspor minera atau batubara yang dibeli.

V.                 Sanksi Administratif
1.      Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi administrative kepada Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), ayat (3) atau Pasal 14 dan kepada Pemakai Mineral atau Pemakai Batubara atas pelanggaran ketentuan Pasal 15.
2.      Sanksi Administratif yang diberikan adalah:
a.       Peringatan tertulis palingbanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu masing-masing paling lama 1 (satu) bulan; dan
b.      Pengurangan alokasi produksi atau pemasokan mineral atau batubara paling banyak 50 (limapuluh persen) dari produksi atau kebutuhan pada tahun berikutnya.

HARGA PATOKAN PENJUALAN BATUBARA


HARGA PATOKAN PENJUALAN BATUBARA
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NO.17 TAHUN 2010
I.                    HARGA PATOKAN BATUBARA
1.      Harga Batubara adalah harga batubara yang disepakati antara penjual dan pembeli batubara pada suatu saat tertentu dengan mengacu pada Harga Patokan Batubara yang ditentukan oleh Dirjen atas nama Menteri pada setiap bulan yang mengacu pada rata-rata indeks harga batubara sesuai dengan mekanisme pasar dan/atau sesuai dengan harga batubara yang berlaku umum di pasar internasional.
2.      Harga patokan batubara terdiri atas:
a.       Harga patokan batubara untuk steam (thermal) coal; dan
b.      Harga patokan batubara untuk coking (metallurgical) coal.
3.      Harga patokan batubara merupakan harga harga batubara pada suatu titik serah penjualan (at sale point) secara Free on Board di atas kapal pengangkut (vessel).
II.                 PELAKSANAAN PENJUALAN BATUBARA
1.      Pemegang IUP Operasi Produksi batubara dan pemegang IUPK Operasi Produksi batubara dapat melakukan penjualan batubara sesuai dengan ketentuan peraturan-perundang-undangan.
2.      Penjualan batubara dapat dilakukan dengan cara penjualan batubara:
a.       Secara Free on Board di atas kapal pengangkut (vessel);
b.      Secara Free on Board di atas kapal tongkang (barge);
c.       Dalam satu pulau sampai dengan pengguna akhir; atau
d.      Secara Cost Insurance Freight atau Cost and Freight.
3.      Penjualan batubara dapat dilakukan dalam bentuk penjualan langsung (spot) dan/atau penjualan jangka tertentu (term) dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Harga batubara dalam penjualan langsung (spot) harus mengacu pada harga patokan batubara pada bulan di mana dilakukan pengiriman batubara.
b.      Harga batubara dalam penjualan jangka tertentu (term) harus mengacu pada harga patokan batubara pada rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir dimana dilakukan kesepakatan harga batubara.
4.      Kesepakatan harga penjualan wajib disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri melalui Dirjen, dan setelah itu dituangkan dalam kontrak jual beli batubara.
5.      Kontrak jual beli batubara dalam bentuk penjualan langsung (spot), wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadi kesepakatan harga batubara.
6.      Kontrak jual beli batubara dalam bentuk penjualan jangka waktu tertentu (term) wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah penandatangan kontrak jual beli dan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat 1 tahun. Apabila melebihi 1 tahun, maka menggunakan patokan harga patokan periode berikutnya.
7.      Penjualan batubara wajib mengutamakan penggunaan:
a.       jasa pengangkut yang berbendera Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b.      Jasa perusahaan asuransi nasional atau dalam negeri (apabila penjualan secara CIF).
c.       Jasa surveyor yang ditunjuk oleh Dirjen atas nama Menteri.
8.      Harga penjualan batubara sebagaimana dimaksud nomor II.2 huruf b, c dan d wajib mengikuti harga patokan batubara dan ditambah atau dikurangi biaya penyesuaian yang disetujui oleh Dirjen atas nama Menteri yaitu sebagai berikut:
a.       Biaya angkutan dengan menggunakan tongkang (barge);
b.      Biaya surveyor;
c.       Biaya transshipment dan/atau
d.      Biaya asuransi.
9.      Dalam perhitungan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh pemegang IUP Operasi Produksi batubara dan IUPK Operasi Produksi batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.       Penjualan batubara dengan cara Free on Board di atas kapal pengangkut (vessel), wajib menggunakan:
(i)     Harga batubara apabila harga batubara lebih tinggi daripada harga patokan batubara; atau
(ii)   Harga patokan batubara apabila harga batubara sama atau lebih rendah daripada harga patokan batubara.
b.      Penjualan batubara dengan cara sebagaimana dimaksud pada nomor II.2. huruf b,c dan d wajib menggunakan:
(i)     Harga batubara apabila harga batubara lebih tinggi daripada harga patokan batubara setelah dikurangi atau ditambah biaya penyesuaian; atau
(ii)   Harga patokan batubara setelah dikurangi atau ditambah biaya penyesuaian apabila harga batubara sama atau lebih rendah daripada harga patokan batubara setelah dikurangi atau ditambah biaya penyesuaian.
III.               LAPORAN
1.      Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi batubara wajib menyampaikan laporan setiap bulan mengenai penjualan mineral dan batubara yang diproduksi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2.      Laporan tersebut di atas paling sedikit memuat harga jual, volume penjualan, kualitas, titik penjualan, biaya penyesuaian, dan pemakai dalam negeri dan/atau Negara tujuan, serta dilengkapi dokumen/bukti pendukung.
3.      Dokumen/bukti pendukung sebagaimana dimaksud di atas berupa salinan paling sedikit meliputi:
a.       Invoice penjualan batubara;
b.      Bill of Lading/Air Way Bill dan Certificate of Weight;
c.       Sertifikat hasil analisa kualitas mineral batubara;
d.      Time sheet pengapalan;
e.       Biaya penyesuaian untuk titik penjualan bukan di Free on Board di atas kapal Pengangkut (vessel);
f.       Invoice dan/atau kontrak barging/tongkang untuk titik penjualan bukan di Free on Board di atas kapal Pengangkut (vessel);
g.       Pemberitahuan ekspor barang dan laporan surveyor untuk ekspor apabila penjualan batubara untuk diekspor.
IV.              SANKSI ADMINISTRATIF
1.      Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi batubara dapat dikenai sanksi administrative berupa:
a.       Peringatan tertulis;
b.      Penghentian sementara penjualan batubara; atau
c.       Pencabutan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
2.      Sanksi Administratif berupa peringatan tertulis dikenai paling banyak 3 kali.
3.      Apabila setelah dikenakan sanksi peringatan tertulis tidak memenuhi kewajibannya, maka dikenai sanksi administrative berupa penghentian sementara penjualan batubara untuk jangka waktu paling lama 3 bulan.
4.      Apabila setelah dikenakan sanksi penghentian sementara penjualan batubara sampai dengan berakhirnya jangka waktu 3 bulan, maka dikenakan sanksi pencabutan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.