Selasa, 24 Mei 2011

PENDAPAT HUKUM TENTANG PENDUDUKAN TANAH OLEH PIHAK YANG TIDAK BERHAK DAN KADALUARSA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH



I.     SUMBER HUKUM

1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3.    Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
4.    Peraturan Pemerintah No.40 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
5.    Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
6.    Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1999 tentang Tata Cara pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
7.    Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

II.   ISU HUKUM
Isu Hukum dalam pendapat hukum ini adalah :
1.    Bagaimanakah akibat hukumnya atas pemakaian tanah oleh pihak yang tidak berhak?
2.    Bagaimanakah daluwarsa perolehan hak atas tanah?

III.  ANALISA HUKUM

1.   Tentang Pemakaian Tanah Oleh Pihak Yang Tidak Berhak

Pihak yang berwenang dan berhak untuk mempergunakan tanah adalah setiap orang atau badan hukum yang diberikan hak atas tanah oleh Negara yang dibuktikan dengan Sertifikat atau surat/izin lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.

Setiap penggunaan tanah yang tidak didasarkan atas hak atas tanah adalah suatu tindakan yang melawan hukum.

Pemegang hak atas tanah dapat mengajukan gugatan untuk mempertahankan dan melindungi hak yang dipegangnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai dari hari penggugat kehilangan seluruh kedudukannya dan gugatan perbuatan melawan hukum apabila timbul kerugian atas hal tersebut.

Tindakan mempergunakan tanah tanpa hak merupakan tindak pidana pelanggaran sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria):
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.

Hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan bendanya menimbulkan hak kebendaan. Hak atas tanah termasuk hak kebendaan sesuai dengan pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak kebendaan memiliki sifat :
a.     Hak Kebendaan adalah hak mutlak/absolut.
b.    Hak Kebendaan diatur dalam Buku II KUH. Perdata.
c.    Hak kebendaan memberi kekuasaan
d.    Hak kebendaan bersifat droit de suite arti-nya mengikuti kemana benda itu berada.
e.    Hak kebendaan yang diperoleh terlebih dahulu, tingkatnya lebih tinggi dari yang terjadi kemudian.
f.      Hak kebendaan mempunyai hak yang didahulukan (droit de preference).
g.    Gugatan Hak Kebendaan disebut Gugat Kebendaan

Macam-macam hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria adalah sebagai berikut:
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :
a. hak milik,
b. hak guna-usaha,
c. hak guna-bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah :
a. hak guna-air,
b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c. hak guna ruang angkasa.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
Pemegang Hak atas Tanah adalah pemegang hak atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan, atau pemegang izin/keputusan/surat dari pejabat yang berwenang yang menjadi dasar penguasaan atas tanah.
Dasar penguasaan atas tanah adalah izin/keputusan/surat dari pejabat yang berwenang yang menjadi dasar bagi orang atau badan hukum untuk menguasai, menggunakan, atau memanfaatkan tanah.

Untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, dilakukan pendaftaran tanah.

Kepastian pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang meliputi :
a.    kepastian hukum mengenai pemegang hak (subjek hak)
b.    kepastian hukum mengenai lokasi, batas serta luas suatu bidang tanah hak (objek hak)
c.    kepastian hukum mengenai haknya.

Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria:
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan - ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4)  Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian hak adalah Sertifikat Tanah, sebagaimana dimaksud Pasal 1 Peraturan Pemerintah No, 24 Tahun 1997:

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 5 jo. Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendataran Tanah, pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Jadi menurut ketentuan hukum yang berlaku setiap orang atau badan hukum yang mempergunakan tanah harus memegang hak atas tanah yang diberikan oleh Negara yang dibuktikan dengan Sertifikat. Setiap penggunaan tanah yang tidak didasarkan atas hak atas tanah adalah suatu tindakan yang melawan hukum. Maka berdasarkan Pasal 562 KUH Perdata mengatur bahwa :
Apabila seorang pemangku kedudukan berkuasa atas sebuah pekarangan atau bangunan, dengan tak menderita suatu kekerasan telah kehilangan kekuasaannya atas barang-barang tersebut, maka bolehlah ia terhadap para orang yang menguasainya memajukan gugatan, supaya dipilihkan atau dipertahankan dalam kedudukannya.
Dalam hal telah terjadinya sesuatu perampasan dengan kekerasan gugatan harus dimajukan, baik terhadap mereka yang melakukan kekerasan itu, maupun terhadap mereka yang memerintahkannya. Sekalian mereka adalah tanggung menanggung bertanggung jawab atas seluruhnya. Supaya gugatan itu dapat diterima, si penggugat diwajibkan membuktikan perbuatan merampas dengan kekerasan semata-mata.
Selain itu berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat digugat dimuka hakim pengadilan atas perbuatan melawan hukum yang menimbulkan adanya kerugian pemegang hak atas tanah.

Tindakan mempergunakan tanah tanpa hak dikenakan hukum pidana sebagai pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Bab VII Tentang Pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan pekarangan Pasal 548, 549, 550 dan 551 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  1. Daluarsa Perolehan Hak Atas Tanah

Definisi Daluwarsa menurut Pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Berdasarkan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan termasuk hak atas benda tak bergerak (tanah).

Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk menyerahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

Berdasarkan Pasal 610 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

Hak milik atas suatu kebendaan diperoleh karena daluwarsa, apabila seseorang telah memegang kedudukan berkuasa atasnya selama waktu yang ditentukan undang-undang dan menurut syarat-syarat beserta cara membedaka-bedakannya seperti termaktub dalam bab ke tujuh buku ke empat kitab ini.

Kedudukan berkuasa atas suatu kebendaan tersebut harus dilakukan secara terus menerus, tak terputus-putus, dan tak terganggu dimuka umum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1955 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu diperlukan bahwa seorang menguasainya secara terus menerus, tak terputus-putus, tak terganggu, di muka umum dan secara tegas, sebagai pemilik.

Atas Kebendaan tak bergerak jangka waktu daluarsanya adalah 20 (dua puluh) tahun apabila didasarkan alas hak yang sah atau 30 tahun apabila tidak ada alas hak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Siapa yang dengan itikad baik dan berdasarkan suatu alas hak yang sah memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluarsa, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun.

Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama 30 tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukan alas haknya.


Perolehan hak karena daluarsa tidak dapat terjadi apabila ada suatu peringatan, gugatan atau tuntutan hukum apapun oleh pihak yang berhak kepada pihak yang hendak memperoleh hak karena daluarsa. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1978 sampai dengan Pasal 1983 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Daluwarsa tercegah apabila kenikmatan atas bendanya selama lebih dari satu tahun, direbut dari tangan si berkuasa, baik yang merebut itu pemilik lama, maupun yang merebut itu pihak ke tiga.

Daluwarsa itu tercegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, serta oleh tiap perbuatan yang berupa tuntutan hukum, satu dan lain diberitahukan oleh seorang pegawai yang berkuasa untuk itu atas nama pihak yang berhak kepada orang yang hendak dicegah memperolehnya dengen jalan daluarsa.

Juga penggugatan di muka Hakim yang tidak berkuasa, mencegah daluwarsa

Namun daluwarsa tidak tercegah apabila peringatan atau gugatannya ditarik kembali atau dinyatakan batal baik di penggugat menggugurkan tuntutannya, maupun tuntutan itu ditolak Hakim, maupun pula gugatan itu dinyatakan gugur karena lewatnya waktu.

Selain pencegahan perolehan hak karena daluwarsa sebagaimana dimaksud di atas, perbuatan-perbuatan yang berupa paksaan, perbuatan-perbuatan yang sewenang-wenang saja, atau perbuatan yang berupa pembiaran belaka, tidaklah dapat menerbitkan kedudukan berkuasa, yang cukup kuat untuk melahirkan daluwarsa.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1999 tentang Tata Cara pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Untuk memperoleh hak atas tanah karena daluawarsa, pihak yang hendak memperoleh hak tersebut harus mengajukan permohonan hak kepada Kepala Kantor Pertanahan Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Pertanahan wilayah yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

Keputusan pemberian hak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1999 kemudian harus didaftarkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

IV.         KESIMPULAN
1.    Setiap penggunaan tanah yang tidak didasarkan atas hak atas tanah adalah suatu tindakan yang melawan hukum.
Pihak yang berwenang dan berhak untuk mempergunakan tanah adalah setiap orang atau badan hukum yang diberikan hak atas tanah oleh Negara yang dibuktikan dengan Sertifikat atau surat/izin lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.
Pemegang hak atas tanah dapat mengajukan gugatan kebendaan untuk mempertahankan dan melindungi hak yang dipegangnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai dari hari penggugat kehilangan seluruh kedudukannya dan gugatan perbuatan melawan hukum apabila timbul kerugian atas hal tersebut.
Tindakan mempergunakan tanah tanpa hak merupakan tindak pidana pelanggaran sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2.    Seseorang dapat memperoleh hak atas tanah karena daluwarsa. Seseorang yang hendak memperoleh hak karena daluwarsa harus menguasai tanah tersebut secara terus menerus dan tanpa gangguan, gugatan atau tuntutan hukum apapun selama 30 tahun.
Tanah yang dapat dimintakan haknya karena daluwarsa adalah tanah Negara atau tanah hak yang telah dilepaskan haknya.
Setelah lewatnya waktu daluwarsa, pihak yang hendak memperoleh hak tersebut harus mengajukan permohonan hak kepada Kepala Kantor Pertanahan Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Pertanahan wilayah yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

2 komentar:

  1. Pak Dimar... mohon sharingnya:

    Ada satu kasus rumah milik sebuah Yayasan. sertifikatnya adalah HGB. tapi Yayasan tsb lalai memperpanjang HGB nya lebih dari 20 tahun.
    Apakah otomatis rumah tsb disita menjadi milik negara? kalau sudah disita, apakah Yayasan tsb berhak mengurus lagi HGB / SHM rumah itu? apa syarat yg harus dipenuhi oleh Yayasan tsb?

    Dilain pihak, rumah milik Yayasan tadi sebenarnya ditinggali oleh keluarga yg sudah tinggal disana dan merawatnya selama lebih dari 70 tahun. PBB rumah tsb juga dibayar rutin oleh almarhum ayah keluarga tsb. Apakah keluarga ini berhak mengajukan SHM atas rumah itu?

    Terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus
  2. saya mau tanya apakah boleh ngga melapor orang yang menyerobot tanah kita tapi kita tidak mempunyai sertifikat tanah yang ada hanya surat jual beli saja tapi yang jelas itu adalah hak kita sudah di rampas bagaimana alur hukumnya itu terima kasih

    BalasHapus